CIANJUR – Duduh Abdullah (60), warga Kampung Giriharja RT 001/001 Desa Cibulakan Kecamatan Cugenang hanya bisa terbaring lemah di sebuah ruangan berukuran tak lebih dari 1×1 meter. Matanya terlihat sayu dan kantong matanya berwarna gelap.
Kondisinya tak terurus. Brewok dan janggutnya lebat. Dia tak berdaya akibat penyakit yang dideritanya.
Duduh sakit sudah hampir 5 tahun. Dia didiagnosa mengidap stroke.
Bagian tubuh sebelah kanannya mati rasa. Dia juga terdiagnosa mengalami kebutaan.
Duduh memiliki 6 orang anak dari hasil pernikahannya dengan almarhumah istrinya Dede Khodijah (50). Saat ini Duduh diurus anaknya yang kelima, Endang (23).
Mayoritas anak-anaknya sudah berkeluarga dan bekerja di luar kota. Di rumahnya hanya menyisakan Endang dan adiknya yang saat ini tengah menimba ilmu di pesantren.
Untuk menunjang kehidupannya, Duduh hanya mengandalkan pemberian dari tetangga dan para kerabat. Itu pun hanya cukup untuk makan.
Duduh dirawat seadanya di rumah karena tidak punya biaya untuk berobat.
“Makan seadanya. Kadang dari warga, kadang juga dari tetangga. Saya yang mengurusi bapak, jagain bapa, sehingga saya tidak kerja,” tutur Endang, Minggu, 14 September 2025.
Setengah tahun lalu, Duduh baru saja ditinggalkan istrinya untuk selama-lamanya karena penyakit yang sama. “Ibu saya baru meninggal 6 bulan lalu karena stroke juga,” ungkapnya.
Awalnya Duduh memiliki keluhan satu mata yang tidak bisa melihat. Seiring berjalannya waktu, kedua matanya tidak bisa melihat cahaya alias gelap total.
Kondisi itu membuat Duduh depresi hingga mengalami stroke di bagian kanan tubuhnya. Semasa sehat, Duduh dikenal sebagai bapak yang bertanggungjawab menafkahi keluarganya.
Duduh bekerja sebagai pedagang sayur dan buah keliling. “Sebelum sakit, bapak saya dulu kerja dagang sayur dan buah, keliling-keliling dari satu kampung ke kampung lainnya,” papar Endang.
Dia berharap, ada perhatian lebih dari donatur maupun pemerintah. Terutama untuk akses pengobatan Duduh.
Selama ini pun, keluarganya tidak mendapatkan bantuan sosial (bansos) jenis PKH maupun BPNT. Padahal, secara ekonomi sangat layak untuk menerimanya.
“Pernah dulu dapat bantuan beras di kantor desa yang dari Bulog. Sampai saat ini belum dapat lagi, bansos juga gak dapat,” pungkasnya. (bay)