Cianjur – Anggota Polri harus berhati-hati dalam bekerja dan bertindak, sebab setiap perbuatan dan perilaku anggota sudah diatur dalam Kode Etik Profesi Polri. Sanksi Etika dan Administratif pun menanti bagi anggota yang melakukan pelanggaran.
Kode etik Profesi Polri tersebut diatur dalam Peraturan Kapolri terbaru yakni Perkap nomor 7 tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi dan Komisi Kode Etik.
Pada Perkap tersebut tepatnya di bab XI diatur terkait pengenaan sanksi etika dan administratif.
Dalam pasal 107 disebutkan Pejabat Polri yang melakukan Pelanggaran KEPP dikenakan sanksi berupa:
a. sanksi etika; dan/atau
b. sanksi administratif.
Selanjutnya pada Pasal 108 dijelaskan :
(1) Sanksi etika sebagaimana dimaksud dalam Pasal 107
huruf a, meliputi:
a. perilaku Pelanggar dinyatakan sebagai perbuatan
tercela;
b. kewajiban Pelanggar untuk meminta maaf secara
lisan dihadapan Sidang KKEP dan secara tertulis
kepada pimpinan Polri dan pihak yang dirugikan;
dan
c. kewajiban Pelanggar untuk mengikuti pembinaan
rohani, mental dan pengetahuan profesi selama 1
(satu) bulan.
(2) Sanksi etika sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
dikenakan terhadap Pelanggar yang melakukan
Pelanggaran dengan kategori ringan.
Sedangkan pada Pasal 109 disebutkan :
(1) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal
107 huruf b, meliputi:
a. Mutasi Bersifat Demosi paling singkat 1 (satu)
tahun;
b. penundaan kenaikan pangkat paling singkat 1 (satu)
tahun dan paling lama 3 (tiga tahun);
c. penundaan pendidikan paling singkat 1 (satu) tahun
dan paling lama 3 (tiga tahun);
d. penempatan pada Tempat Khusus paling lama 30
(tiga puluh) hari kerja; dan
e. PTDH.
Di sisi lain, ada juga sanksi administratif dimana sanksi tersebut dapat dikenakan terhadap Terduga Pelanggar yang melakukan Pelanggaran dengan kategori sedang dan kategori berat.
Adapun larangan bagi polisi digolongkan menjadi empat bagian yang merupakan ruang lingkup pengaturan Kode Etik Profesi Polri, yakni:
1. Etika kenegaraan;
2. Etika kelembagaan;
3. Etika kemasyarakatan; dan
4. Etika kepribadian.
Dalam hal etika kenegaraan, setiap anggota Polri dilarang:
* Terlibat dalam gerakan yang nyata-nyata bertujuan untuk mengganti atau menentang Pancasila dan UUD 1945;
* Terlibat dalam gerakan menentang pemerintah yang sah;
* Menjadi anggota atau pengurus partai politik;
* Menggunakan hak memilih dan dipilih; dan/atau melibatkan diri pada kegiatan politik praktis.
Sementara itu, dalam etika kelembagaan, polisi dilarang untuk:
* Melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan korupsi, kolusi, nepotisme, atau gratifikasi;
* Mengambil keputusan yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan karena pengaruh keluarga, sesama anggota Polri, atau pihak ketiga;
* Menyampaikan dan menyebarluaskan informasi yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya tentang institusi Polri atau pribadi anggota Polri kepada pihak lain;
* Menghindar atau menolak perintah kedinasan dalam rangka pemeriksaan internal yang melakukan oleh fungsi pengawasan terkait dengan laporan/pengaduan masyarakat;
* Menyalahgunaan kewenangan dalam melaksanakan tugas kedinasan;
* Mengeluarkan tahanan tanpa perintah tertulis dari penyidik, atasan penyidik atau penuntut umum, atau hakim yang berwenang; dan
* Melaksanakan tugas tanpa perintah kedinasan dari pejabat yang berwenang, kecuali ditentukan lain dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dalam bagian etika kelembagaan, terdapat pula larangan bagi anggota Polri yang berkedudukan sebagai atasan, bawahan dan sesama anggota Polri.
Selain itu, ada juga larangan bagi polisi yang bertugas melaksanakan tugas penegakan hukum sebagai penyelidik, penyidik pembantu, dan penyidik.
Tak hanya itu, Anggota Polri juga harus mengikuti aturan terkait etika kemasyarakatan mulai dari penerimaan aduan hingga dalam bertutur kata dan berucap.
Etika Kemasyarakatan ini, anggota Polri dilarang
* Menolak atau mengabaikan permintaan pertolongan, bantuan, atau laporan dan pengaduan dari masyarakat yang menjadi lingkup tugas, fungsi dan kewenangannya;
mencari-cari kesalahan masyarakat yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
* Menyebarluaskan berita bohong atau menyampaikan ketidakpatutan berita yang dapat meresahkan masyarakat;
* Mengeluarkan ucapan, isyarat, dan/atau tindakan dengan maksud untuk mendapatkan imbalan atau keuntungan pribadi dalam memberikan pelayanan masyarakat;
* Bersikap, berucap dan bertindak sewenang-wenang;
* Mempersulit masyarakat yang membutuhkan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan;
* Melakukan perbuatan yang dapat merendahkan kehormatan perempuan pada saat melakukan tindakan kepolisian;
* Membebankan biaya tambahan dalam memberikan pelayanan di luar ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pada poin terakhir, dalam hal kepribadian, setiap anggota Polri dilarang untuk:
* Menganut dan menyebarkan agama dan kepercayaan yang dilarang oleh pemerintah;
* Mempengaruhi atau memaksa sesama anggota Polri untuk mengikuti cara-cara beribadah di luar keyakinan;
* Menampilkan sikap dan perilaku menghujat, serta menista kesatuan, atasan dan/atau sesama anggota Polri
* Menjadi pengurus atau anggota lembaga swadaya masyarakat dan organisasi kemasyarakatan tanpa persetujuan dari pimpinan Polri