CIANJUR – Kalangan pejabat sekelas camat di Kabupaten Cianjur tak semuanya berlatar belakang disiplin ilmu pemerintahan. Padahal UU Nomor 2/2024 tentang Pemerintah Daerah pada Pasal 224 ayat 2 dan 3 mengamanatkan agar kepala daerah, dalam hal ini bupati dan atau wali kota wajib mengangkat camat dari Pegawai Negeri Sipil yang menguasai pengetahuan teknis pemerintahan dan memenuhi persyaratan kepegawaian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Kabupaten Cianjur Heri Farid mengungkapkan, dari 32 kecamatan, sekitar 20 persen pemimpin wilayah atau camat tak bergelar Sarjana Ilmu Pemerintahan atau mengenyam diklat kepamongprajaan.
“Tapi mayoritas berlatarbelakang Sarjana Ilmu Pemerintahan serta memiliki sertifikat diklat kepamongprajaan. Itu hampir 80 persen,” ujar Heri, Minggu 5 Januari 2024.
Heri tak memungkiri, sesuai regulasi, camat harus berlatarbelakang ilmu pemerintahan atau mempunyai sertifikat diklat kepamongprjaan.
“Itu untuk calon camat yang akan promosi menjadi camat,” katanya.
Namun, sebut Heri, regulasi itu tak berlaku bagi camat yang sudah menduduki jabatannya atau dikecualikan.
Kemudian, ada juga regulasi yang menyatakan apabila kabupaten atau kota mempunyai keterbatasan SDM orang yang berlatarbelakang ilmu pemerintahan atau memiliki sertifikat kepamongprajaan, maka diperbolehkan dari disiplin ilmu lainnya.
“Tapi harus atas dasat rekomendasi dari kepala daerah setempat baik bupati atau wali kota,” jelasnya.
Hal wajar ketika pemerintah menyertakan syarat PNS menjadi camat diutamakan yang memiliki disiplin ilmu pemerintahan. Sebab, pekerjaannya lebih banyak mengurus soal tata kelola pemerintahan dan sejenisnya.
“Mungkin tupoksinya camat itu akan lebih banyak keterkaitan dengan tata pemerintahan,” pungkasnya. (bay)